A. Latar Belakang
Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama
transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal diruang
gawat darurat sangat menetukan penatalaksanaan dan prognosis
selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum
serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang
sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsure
vital. Tingkat keparahan cedera kepala menjadi ringan segera ditentukan
saat pasien tiba di rumah sakit.cedera kepala meliputi kepala,
tengkorak, dan otak. cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik
yang serius. lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat
mempunyai signifikansi terhadap cedera bagian tubuh lainnya. adanya syok
hipovelemikpada pasien cedera kepala biasanya karena cedera bagian
tubuh lainnya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep dasar dari cedera kepala ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui secara umum dan spesifik tentang konsep dasar penyakit cedera kepala.
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR PENYAKIT CEDERA KEPALA
1. Pengertian/ Definisi
Bentuk
cedera/trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan
keseimbangan fisik, intelektual, emosional, social dan pekerjaan atau
dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatic yang dapat
menimbulkan perubahan-perubahan fungsi otak.
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi :
1. trauma kulit kepala
2. tengkorak dan
3. otak
Cedera
kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara
penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil
kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
-
Cedera
kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial,
bersifat temporer atau permanent. Menurut Brain Injury Assosiation of
America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan
bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi
fisik.
Resiko
utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat
atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan
penyakit bedah, cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu
gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
pendarahan interslities dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.
a. Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak
mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila cedera dalam.
Luka kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial.
Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulsi.
Suntikan prokain melalui subkutan membuat luka mudah dibersihkan dan
diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
meminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur
tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh
trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya
fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat.
Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka atau tertutup. Bila fraktur
terbuka maka dura rusak, dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak.
c. Cedera Otak
Paling
penting pada cedera kepala manapun adalah otak telah atau tidak
mengalami cedera. Kejadian cedera “minor” dapat menyebabkan kerusakan
otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai
derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel serebral membutuhkan suplai
darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat
pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir
Berhenti hanya beberapa menit saja, dan kerusakan neuron tidak dapat
mengalami regenerasi. Cedera otak serius dapat terjadi, dengan atau
tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau cedera pada kepala yang
menimbulkan kontisio, laserasi, dan hemoragi otak.
1). Kontusio
Kontusio
serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar,
dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Seseorang berada pada periode
tidak sadarkan diri. Gejala akan muncul dan lebih khas. Terbaring
kehilangan gerakan : denyut nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin
dan pucat. Sering terjadi defekasi dan berkemih tanpa disadari. Pasien
dapat diusahakan untuk bangun tetapi segera masuk kembali kedalam
keadaan tidak sadar. Tekanan darah dan suhu subnormal dan gambaran sama
dengan syok.
2). Hematoma intracranial
Hematoma
(pengumpalan darah) yang terjadi di dalam kubah cranial adalah akibat
paling serius dari cedera kepala. Hematoma disebut sebagai epidural,
subdural, atau intraserebral, bergantung pada lokasinya. Efek utama
adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk
menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK.
Tanda
dan gejala iskemia serebral yang diakibatkan oleh kompresi yang
disebabkan oleh hematoma bervariasi dan bergantung pada kecepatan dimana
daerah vital terganggu pada otak atau perubahan yang otak dasar.
Umumnya hematoma kecil yang terbentuk dengan cepat akan menjadi fatal,
dimana hematoma yang lebih massif terbentuk secara lambat yang dapat
memungkinkan pasien dapat beradaptasi.
Skala Koma Glasgow
No
|
RESPON
|
NILAI
|
1
|
Membuka Mata :
-Spontan
-Terhadap rangsangan suara
-Terhadap nyeri
-Tidak ada
|
4
3
2
1
|
2
|
Verbal :
-Orientasi baik
-Orientasi terganggu
-Kata-kata tidak jelas
-Suara tidak jelas
-Tidak ada respon
|
5
4
3
2
1
|
3
|
Motorik :
- Mampu bergerak
-Melokalisasi nyeri
-Fleksi menarik
-Fleksi abnormal
-Ekstensi
-Tidak ada respon
|
6
5
4
3
2
1
|
Total
|
3-15
|
2. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan
100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala. Dan lebih
dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan
intensif di rumah sakit. Pada kelompok ini antara 50.000 dan 90.000
orang setiap tahun mengalami penurunan intelektual atau tingkah laku
yang menghambat kembalinya mereka menuju kehidupan normal. Dua pertiga
dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun, dengan jumlah
laki-laki lebih banyak dari wanita. Adanya kadar alcohol dalam darah
terdeteksi lebih dari 50% pasien cedera kepala yang diterapi di ruang
darurat. Lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat
mempunyai signifikan terhadap cedera bagian tubuh lainnya. Adanya syok
hipovelemia pada pasien cedera kepala biasanya karena cedera bagian
tubuh lainnya.
Resiko
utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat
perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respons terhadap cedera dan
menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.
3 . ETIOLOGI
penyebab cedera kepala meliputi beberapa hal :
a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
b. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
c. Cedera akibat kekerasan.
Cedera kepala yang berat biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil dan motor.
Cedera
kepala yang ringan terutama disebabkan karena anak terjatuh di dalam
dan di sekitar rumah. Dan penyebab lainnya adalah Fraktur depresi,
penetrasi peluru, gerakan akselerasi – deselerasi mendadak.Herniasi
ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema local.
4. TANDA DAN GEJALA
Tanda-tanda
dan gejala cedera kepala bisa terjadi segera atau timbul secara
bertahap selama beberapa jam. Jika setelah kepalanya terbentur, seorang
anak segera kembali bermain atau berlari-lari, maka kemungkinan telah
terjadi cedera ringan. Tetapi anak harus tetap diawasi secara ketat
selama 24 jam karena gejalanya mungkin saja baru timbul beberapa jam
kemudian.
a. Cedera kepala ringan bisa menyebabkan muntah, pucat, rewel atau
anak tampak mengantuk, tanpa disertai penurunan kesadaran maupun
tanda-tanda lain dari kerusakan otak. Jika gejala terus berlanjut sampai
lebih dari 6 jam atau jika gejala semakin memburuk, segera dilakukan
pemeriksaan lebih jauh untuk mengetahui apakah telah terjadi cedera
kepala yang berat.
b. Gejala berikut menunjukkan adanya cedera kepala serius yang memerlukan penanganan medis segera:
1). penurunan kesadaran
2). perdarahan
3). laju pernafasan menjadi lambat
4). linglung
5). kejang
6). patah tulang tengkorak
7). memar di wajah atau patah tulang wajah
8). keluar cairan dari hidung, mulut atau telinga (baik cairan jernih maupun berwarna kemerahan)
9). sakit kepala (hebat)
10). hipotensi (tekanan darah rendah)
11). perubahan perilaku/kepribadian
l2). gelisah
13). bicara ngawur
14). pembengkakan pada daerah yang mengalami cedera
15). penglihatan kabur
16). luka pada kulit kepala
c. Kontusio (gegar otak) adalah
suatu
penurunan kesadaran sementara yang terjadi segera setelah mengalami
cedera kepala. Meskipun hanya berlangsung kurang dari 1 menit, gegar
otak harus dievaluasi secara seksama. Anak seringkali tidak dapat
mengingat cedera yang telah terjadi maupun peristiwa yang terjadi sesaat
sebelum terjadinya cedera, tetapi tidak ditemukan gejala kerusakan otak
lainnya.
Cedera kepala bisa menyebabkan memar atau robekan pada jaringan otak
maupun pembuluh darah di dalam atau di sekitar otak, sehingga terjadi
perdarahan dan pembengkakan di dalam otak. Cedera yang menyebar
menyebabkan sel-sel otak membengkak sehingga tekanan di dalam tulang
tengkorak meningkat. Akibatnya anak kehilangan kekuatan maupun
sensasinya, menjadi mengantuk atau pingsan. Gejala-gejala tersebut
merupakan pertanda dari cedera otak yang berat, dan kemungkinan akan
menyebabkan kerusakan otak yang permanen sehingga anak perlu menjalani
rehabilitasi. Jika pembengkakan semakin memburuk, tekanan akan semakin
meningkat sehingga jaringan otak yang sehatpun akan tertekan dan
menyebabkan kerusakan yang permanen atau kematian. Pembengkakan otak dan
akibatnya, biasanya terjadi dalam waktu 48-72 jam setelah terjadinya
cedera.
d. Jika terjadi patah tulang tengkorak,
maka
cedera otak bisa lebih berat. Tetapi suatu cedera otak biasanya terjadi
tanpa patah tulang tengkorak, dan suatu patah tulang tengkorak
seringkali terjadi tanpa adanya cedera otak. Patah tulang di bagian
belakang atau pada dasar tengkorak biasanya menunjukkan adanya dorongan
yang kuat, karena bagian ini relatif tebal. Patah tulang ini tidak dapat
dilihat pada foto rontgen maupun CT scan, tetapi dapat terlihat dari
gejala-gejalanya:
1). dari hidung atau telinga keluar cairan serebrospinal (cairan bening dari sekeliling otak)
2). penimbunan darah di belakang gendang telinga atau perdarahan dari telinga (jika gendang telinga telah pecah)
3). penimbunan darah di dalam sinus (hanya dapat dilihat dari foto rontgen).
Pada
bayi, selaput yang menyelubungi otak bisa menonjol melalui celah pada
patah tulang tengkorak dan terjebak diantaranya, sehingga membentuk
suatu kantung berisi cairan. Kantung ini terbentuk selama 3-6 minggu dan
bisa merupakan pertanda awal dari adanya patah tulang tengkorak. Pada
patah tulang tengkorak depresi, satu atau beberapa pecahan tulang
menekan otak sehingga terjadi memar pada otak, yang bisa menyebabkan
kejang. Kejang terjadi pada sekitar 5% anak-anak berumur lebih dari 5
tahun dan 10% anak-anak berumur kurang dari 5 tahun, selama minggu
pertama setelah terjadinya cedera kepala yang serius. Efek jangka
panjang lebih sering terjadi jika kejang timbul 7 hari atau lebih
setelah terjadinya cedera.
Suatu komplikasi yang serius tetapi relatif jarang terjadi adalah
perdarahan diantara lapisan selaput yang membungkus otak atau perdarahan
di dalam otak:
a. Hematoma epidural
adalah
suatu perdarahan diantara tulang tengkorak dan selaputnya/duramater.
Perdarahan ini terjadi akibat kerusakan pada arteri atau vena pada
tulang tengkorak. Perdarahan menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam
otak sehingga lama-lama kesadaran anak akan menurun.
b. Hematoma subdural
adalah
perdarahan dibawah duramater, biasanya disertai dengan cedera pada
jaringan otak. Gejalanya berupa rasa mengantuk sampai hilangnya
kesadaran, hilangnya sensasi atau kekuatan dan pergerakan abnormal
(termasuk kejang).
c. Hematoma intraventrikuler
(perdarahan
di dalam rongga internal/ventrikel), hematoma intraparenkimal
(perdarahan di dalam jaringan otak) maupun hematoma subaraknoid
(perdarahan di dalam selaput pembungkus otak), merupakan pertanda dari
cedera kepala yang berat dan biasanya menyebabkan kerusakan otak jangka
panjang.
5. PATOFISIOLOGI
Otak
dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi, energi yang dihasilkan di dalam sel – sel syaraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan
oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi dari otak tersebut. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma,
kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan tubuh,sehingga
bila kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala –gejala
permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme anaerob
yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat,
hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolism anaerob. Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow(CBF)
adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % daricardiac
output.Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung secukup
aktifitas atypical myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema
paru.Perubahan otonim pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T
dan Paritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel serta takikardi.Akibat
adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimanapenurunan tekanan vaskuler akan menyebabkan pembuluh darah
arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluhdarah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera
memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala
yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena
lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila
kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan
mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan
bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti
yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan
ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang
menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang
otak.
Cedera
primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera.
Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan
tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Cedera fokal
diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan
hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan
oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak
menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan
terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak
hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada
seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi
pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral,
batang otak, atau dua-duanya.
6. . KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, morfologi dan tipe-tipe cedera kepala:
1. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter
1) Trauma tumpul : - kecepatan tinggi (kecelakaan/ tabrakan)
- Kecepatan rendah (terjatuh atau dipukul)
2) Trauma tembus : (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
2. Keparahan cedera :
a. Ringan : Skala koma Glasgow (Glasglow Coma Scale, GCS) 14-15
b. Sedang : GCS 9-13
c Berat : GCS 3-8
3. Morfologi :
a. Fraktur Tengkorak :
Kranium: linear /stelatum; depresi/ non depresi; terbuka/ tertutup
Basis: - dengan/ tanpa kebocoran cairan serebrospinal
- Dengan/ tanpa kelumpuhan nervus VII
b. Lesi Intrakranial
Fokal : epidural, subdural, intraserebral
Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus
4. Tipe Trauma Tepala
a). trauma kepala terbuka
kerusakan
otak dapat terjadi apabila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak
dan melukai atau menyobek dura mater menyebabkan CSS merembes,
kerusakan saraf otak dan jaringan otak.
b). Trauma Kepala Tertutup
Keadaan
trauma kepala tertutup dapat mengakibatkan kondusi komosio, kontusio,
epidural hematoma, subdural hematoma, intrakranial hematoma.
Komusia/gegar otak, dengan tanda-tanda :
a. cedera kepala ringan
b. disfungsi neurlogis sementara dapat pulih kembali
c. hilang kesadaran sementara, kurang dari 10-20 menit
d. tanpa kerusakan otak permanen
e. muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah
f. disorientasi sementara
g. tidak ada gejala sisa
h. tidak ada terapi khusus
Kontusio serebri/memar otak, dengan tanda-tanda :
1). ada memar otak
2). perdarahan kecil lokal/difus dengan gejala adanya gangguan lokal dan adanya perdarahan
3). gejala : - gangguan kesadaran lebih lama
- kelainan neurologis positif
- refleks patologis positif, lumpuh, konvulsi
- gejala TIK meningkat
Sedangkan Klasifikasi Cedera kepala menurut patofisiologinya dibagi menjadi dua :
1. Cedera Kepala Primer
Adalah
kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada mekanisme
dinamik (acelerasi -decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada
jaringan.Pada cedera primer dapat terjadi
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi
2. Cedera Kepala Sekunder
Adalah
kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme,
fisiologi yang timbul setelah trauma.Pada cedera kepala sekunder akan
timbul gejala, seperti :
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi pernapasan
f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
2.8 PENATALAKSANAAN
Pada
cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka
mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan
benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL
1.
Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;
lepaskan gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn
memasang collar cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika
cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
2.
Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak.
Jika tidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan
selidiki dan atasi cedera dada berat spt pneumotoraks
tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi
O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan
terancan/memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg
serta saturasi O2 >95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi
serta diventilasi oleh ahli anestesi
3.
Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan
semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera
intra abdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan
darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan koloid
sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4.
Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan
harus diobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan
dan dpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan
fenitoin 15mg/kgBB
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB
6.
Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto
tulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar
servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7
normal
7. Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :
a.
Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan
isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan
hipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri
b. Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia darah
c. Lakukan CT scan
Pasien dgn CKR, CKS, CKB harus dievaluasi adanya :
a). Hematoma epidural
2. Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel
3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak
4. Edema cerebri
5. Pergeseran garis tengah
6. Fraktur kranium
8. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi
lakukan :
- Elevasi kepala 30
- Hiperventilasi
-
Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan
dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6
jam sampai maksimal 48 jam I
- Pasang kateter foley
- Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural
besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo)
2.9 Pemeriksaan Penunjang
1.
C.T. Scan (tanpa / dengan kontras): Mengidentifikasi adanya sok,
hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2.
M.R.I. (tanpa / dengan kontras) Angiografi serebral : menunjukkan
kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak
akibatnya edema, pendarahan trauma.
3. BAER (Brain Auditory Evoked Respons): Menentukan fungsi korteks dan batang otak.
4. PET (Positron Emission Tomography): Menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak
5. Fungsi lumbal; CSS : dapat menduga adanya kemungkinan pendarahan subaraknoid.
6. GDA (Gas Darah Arteri ) : dapat mengetahui adanyamasalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
7. Kimia/ elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbanganyang berperan dalam meningkatkan TIK/ perubahan mental.
2.10 Prognosis
Cedera
kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada pasien dengan
cedera kepala berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai
prognostic yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal
85% atau tetap dalam kondisi vegetative, sedangkan pada pasien dengan
GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetative hanya 5-10%.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang yperem dan otak.
Klasifikasi cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma
kepala terbuka yang diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera
percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral,
laserasi atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma
kepala menyebabkan berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada
akhirnya menyebabkan terjadinya yperemia (peningkatan volume darah dan
PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera fokal serta
cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak
menyeluruh.Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi,
odema dan herniasi. Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala
adalah dilakukan observasi dalam 24 jam, tirah baring, jika pasien
muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi untuk pemberian
program terapi serta tindakan pembedahan.
B. Saran
Diharapkan
dengan adanya makalah tentang konsep dasar penyakit cedera kepala ini
mahasiswa jadi lebih mengerti dan dapat bermanfaat nantinya.