HIV / AIDS (Human Immunodeficiency Virus)

AIDS adalah kondisi kronis mengancam nyawa yang disebabkan oleh virus HIV. HIV menyebabkan kemampuan tubuh anda menurun dalam melawan infeksi virus, bakteri dan jamur dengan merusak sistem imun..

Peran Perawat dalam Pembangunan Kesehatan

Perawat merupakan armada terbesar dalam pelayanan keperawatan namun besarnya kuantitas ini belum di imbangi dengan kualitas pelayanan keperawatan yang baik, potensi dan SDM perawat tidak begitu terlihat, standarisasi kewenangan perawat yang belum tertata rapi.

Cara Mengatasi Penyakit Diabetes Melitus

Faktor-faktor genetika diduga memiliki potensi dan pengaruh dalam perkembangan diabetes, sebenarnya diabetes bukanlah penyakit turunan. Beberapa pemicu tertentu dianggap bertanggung jawab terhadap unculnya penyakit diabetes..

Cara Alami Buang Racun dalam Tubuh

Inilah Cara Alami Buang Racun dalam Tubuh. Orang selalu membicarakan mengenai pentingnya detoks. Tak hanya itu, mereka juga memiliki segudang cara untuk membuang racun dalam tubuhnya..

Inilah 14 Fakta dan Tips Donor Darah Yang Perlu Anda Ketahui.

Setetes darah yang disumbangkan, sejatinya akan memberi kehidupan yang lebih baik bagi mereka yang membutuhkan. Demikian seperti yang banyak digaungkan oleh lembaga sosial yang khusus menangani donor darah..

Thursday 10 January 2013

Profil Perawat Profesional


Pelayanan Keperawatan di masa mendatang harus dapat memberikan Consumer Minded terhadap pelayanan yang diterima. Implikasi pelayanan keperawatan akan terus mengalami perubahaan dan hal ini akan dapat terjawab dengan memahami dan melaksanakan karakteristik perawat profesional dan perawat millennium. Menurut Nursalam Peran perawat di masa depan harus berkembang seiring dengan perkembangan IPTEK dan tuntutan kebutuhan masyarakat, sehingga perawat, dituntut mampu manjawab dan mengantisipasi terhadap dampak dari perubahan. Sebagai Perawat professional maka peran yang diemban adalah “CARE” yang meliputi:



C: Communication:
A: Activity:
R: Review:
E: Education:


Communication
Perawat memberikan pelayanan keperawatan harus dapat berkomunikasi secara lengkap, adekuat, cepat. Setiap melakukan komunikasi (lisan dan tulis) harus memenuhi tiga syarat di atas dan juga harus mampu berbicara dan menulis dalam bahasa asing minimal bahasa inggris.

Activity
Prinsip melakukan aktifitas/pemberian asuhan keperawatan harus dapat bekerjasama dengan teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya, khususnya tim medis sebagai mitra kerja dalam memberikan asuhan kepada pasien. Aktivitas ini harus ditunjang dengan menunjukan suatu kesungguhan dan sikap empati dan bertanggung-jawab terhadap setiap tugas yang diemban. Tindakan keperawatan harus dilakukan dengan prinsip: “CWIPAT”  

C: Check the orders & Equipment
W: Wash Your hands
I: Identify of Patient
P: Provide for Safety & Privacy
A: Asses the Problem
T: Tell the person or teach the patient about what you are going to do

Review
Prinsip utamanya adalah moral dan Etika keperawatan. Dalam memberikan setiap asuhan keperawatan perawat harus selalu berpedoman pada nilai-nilai etik keperawatan dan standar keperawatan yang ada serta ilmu keperawatan. Untuk menghindari kesalahan dalam pelaksanaan peran ini maka perawat harus berpegangan pada prinsip-prinsip etik keperawatan yang meliputi:

Justice: Asas Keadilan
Setiap prioritas tindakan yang diberikan harus berdasarkan kondisi pasien, tidak ada diskriminasi pasien dan alat

Autonomy: Asas menghormati otonomi
Setiap manusia mempunyai hak untuk menentukan tindakan terhadap dirinya sendiri

Benefiency: Asas Manfaat
Setiap tindakan yang diberikan kepada klien harus bermanfaat bagi klien dan menghindarkan dari kecacatan

Veracity: Asas Kejujuran
Perawat dalam berkomunikasi harus mengatakan yang benar dan jujur kepada klien

Confidentiality: Asas Kerahasiaan
Apa yang dilaksanakan oleh perawat harus didasarkan pada tanggung-jawab moral dan profesi

Education
Perawat harus mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesi dengan jalan terus menerus menambah ilmu melalui melalui pendidikan formal/nonformal, sampai pada suatu keahlian tertentu. Pengembangan pelayanan keperawatan yang paling efektif harus didasarkan pada hasil temuan-temuan Ilmiah yang dapat diuji kesahihannya.

Kekurangan Vitamin A


PENDAHULUAN
       A.     Latar Belakang
KVA merupakan suatu kondisi dimana mulai timbulnya gejala kekurangan konsumsi vitamin A. Defisiensi vitamin A dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi. KVA dapat pula disebut kekurangan sekunder apabila disebabkan oleh gangguan penyerapan dan penggunaan vitamin A dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, atau karena gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. KA sekunder dapat terjadi pada penderita KEP, penyakit hati, alfa dan beta lipoproteinemia, atau gangguan absorpsi karena kekurangan asam empedu.
Seseorang dikatakan defisiensi vitamin A bila mengonsumsi kurang dari anjuran normal. Untuk wanita dewasa normal anjuran konsumsi vitamin A sebanyak 500 RE per hari, sedangkan untuk wanita hamil ditambahkan 200 RE dan wanita menyusui ditambahkan 350 RE. Pada pria dewasa dianjurkan mengonsumsi 500-700 RE per hari.
KVA sering timbul pada balita dan anak-anak. Di Indonesia, kecukupan gizi anak usia hingga tiga tahun seharusnya sebesar 350-400 RE per hari. Namun, dalam beberapa survey dikatakan bahwa 50% anak berusia 1-2 tahun tidak mengonsumsi vitamin A dalam jumlah yang memadai karena faktor kemiskinan dan malnutrisi. Selama krisis ekonomi melanda Indonesia sejak tahun 1997, daya beli masyarakat menurun sehingga terjadi kecenderungan meningkatnya KVA pada ibu hamil dan balita.
·         KVA pada Balita
Vitamin A berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh dan sistem pernapasan. Pada anak yang KVA, pertahanan tubuhnya menjadi rusak. Krisis ekonomi menurunkan daya beli masyarakat sehingga secara tidak langsung menyebabkan krisis kesehatan dan gizi (KVA). Program penanggulangan KVA dengan distribusi kapsul vitamin A secara selektif dan fortifikasi bahan makanan. KVA pada balita sangat tergantung pada ketahanan pangan keluarga, sanitasi lingkungan dan pengasuhan orang tua yang baik.
·         Kekurangan Vitamin A
Vitamin A berfungsi dalam fungsi penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan. Pangan sumber vitamin A yaitu hati, kuning telur, susu, dan buah. Penyebab KVA diantaranya konsumsi vitamin A yang rendah, faktor sosek, pengetahuan ibu, dan faktor infeksi. Program pencegahan KVA dengan menambahkan vitamin A pada bahan makanan dan distribusi kapsul vitamin A secara berkala. Kendala program diantaranya dana, sosialisasi, distribusi suplemen vitamin A, dan kesadaran masyarakat.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini selain sebagai tugas kelompok pada mata kuliah gizi masyarakat, juga bertujuan untuk mengetahui masalah-maslah gizi yang terjadi di masyarakat, sehingga dalam makalah ini membahas salah satu masalah gizi masyarakat yaitu kekurangan vitamin A (KVA)
C. Rumusan permasalahan
1.    Epdemiologi Kurang Vitamin A (KVA)
2.    Patofisiologi Kurang Vitamin A (KVA)
3.    Diagnosaa Komunitas Kurang Vitamin A (KVA)
4.    Program Intervensi Kurang Vitamin A (KVA)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar (essensial), berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit (Depkes RI, 2005).
Kurang Vitamin A (KVA) merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran kencing dan saluran cerna. Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA terdapat pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sampai akhir tahun 1960-an KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada anak  (Arisman 2002).
Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Sedang yang dimaksudkan dengan zat gizi adalah zat kimia yang terdapat dalam makanan yang diperlukan manusia untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sampai saat ini dikenal berbagai macam zat gizi yang digolongkan menjadi dua yaitu zat gizi makro (zat gizi sumber energi seperti karbohidrat, lemak dan protein) serta zat gzizi mikro seperti vitamin dan mineral (Soekirman 2000)
Kurang Vitamin A (KVA) merupakan masalah gizi yang serius. Bersama dengan Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), dan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), KVA merupakan empat masalah gizi utama di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa setengah dari populasi balita di Indonesia beresiko menderita kekurangan vitamin A.
Vitamin A berperan penting dalam penglihatan, pemeliharaan jaringan epitel, serta pertumbuhan dan sistem imun. Oleh karenanya, KVA menjadi permasalah serius, terutama bagi balita dan anak-anak. KVA dapat menyebabkan berbagai dampak seperti kebutaan dan hambatan pertumbuhan, bahkan dapat menyebabkan kematian.
KVA bukan hanya menyebabkan timbulnya gangguan penglihatan, tetapi juga menimbulkan gangguan pertumbuhan karena hambatan pembelahan dan pertumbuhan sel. Tarwotjo (1990) mengungkapkan bahwa KVA taraf ringan (XN dan XIB) tidak menghambat pertumbuhan bobot badan anak usia 0-6 tahun, tapi menghambat pertumbuhan tinggi anak pada usia tersebut. KVA tingkat berat (X2/X3) berasosiasi dengan gangguan pertumbuhan kecebolan dan kekurusan. Menurut Linder (1992) vitamin A berperan dalam diferensiasi sel-sel epitel dan reproduksi. Sedangkan menurut Ismadi (1998) vitamin A berperan untuk sekresi mucus dan mempengaruhi resistensi terhadap infeksi.
Vitamin A berperan penting pada proses penglihatan. Kemampuan mata melihat pada keadaan remang tergantung pada Rhodopsin (penerima langsung energi cahaya selama melihat dalam cahaya redup). Pada retina (Linder 1992) Rhodopsin merupakan senyawa anatara retinol-delhida (vitamin A) dengan protein. Dengan demikian tanpa status vitamin A yang cukup maka suplai vitamin A ke retina kurang memadai sehingga penderita mengalami kesulitan melihat pada cahaya remang-remang, disebut buta senja (Husaini 1982).
BAB III
PEMBAHASAN/DISKUSI
1.  Epidemiologi
Hasil kajian berbagai studi menyatakan bahwa vitamin A merupakan zat gizi yang essensial bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting dan konsumsi makanan kita cenderung belum mencukupi dan masih rendah sehingga harus dipenuhi dari luar. Pada anak balita akibat KVA (Kekurangan Vitamin A) akan meningkatkan kesakitan dan kematian, mudah terkena penyakit infeksi seperti diare, radang paru-paru, pneumonia, dan akhirnya kematian. Akibat lain yang berdampak sangat serius dari KVA adalah buta senja dan manifestasi lain dari xeropthalmia termasuk kerusakan kornea dan kebutaan. Vitamin A bermanfaat untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan, karena vitamin A dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi seperti campak, diare, dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).
Ibu nifas yang cukup mendapat vitamin A akan meningkatkan kandungan vitamin A dalam air susu ibu (ASI), sehingga bayi yang disusui lebih kebal terhadap penyakit. Disamping itu kesehatan ibu lebih cepat pulih. Upaya perbaikan status vitamin A harus mulai sedini mungkin pada masa kanak-kanak terutama anak yang menderita KVA (Depkes RI, 2005).
Vitamin A  esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Di seluruh dunia (WHO, 1991), diantara anak-anak pra sekolah diperkirakan terdapat sebanyak 6-7 juta kasus baru xeropthalmia tiap tahun, kurang lebih 10% diantaranya menderita kerusakan kornea. Diantara yang menderita kerusakan kornea ini 60% meninggal dalam waktu satu tahun, sedangkan diantara yang hidup 25% menjadi buta dan 50-60% setengah buta. Diperkirakan pada satu waktu sebanyak 3 juta anak-anak buta karena kekurangan vitamin A, dan sebanyak 20-40 juta menderita kekurangan vitamin A pada tingkat lebih ringan. Perbedaan angka kematian antara anak yang kekurangan dan tidak kekurangan vitamin A kurang lebih sebesar 30% (Almatsier, 2003).
Penelitian yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 1992 menunjukkan dari 20 juta balita di Indonesia yang berumur enam bulan hingga lima tahun, setengahnya menderita kekurangan vitamin A. Sedangkan data WHO tahun 1995 menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang tingkat pemenuhan terhadap vitamin A tergolong rendah (www.sinarharapan.com, 2005).
Sementara studi yang dilakukan Nutrition and Health Surveillance System (NHSS), dan Departemen Kesehatan (2001) menunjukkan sekitar 50% anak Indonesia usia 12-23 bulan tidak mengkonsumsi vitamin A dengan cukup dari makanan sehari-hari. Siti Halati, Manajer Lapangan Operasional HKI, mengatakan angka kecukupan gizi (AKG) anak balita sekitar 350 Retinol Ekvivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi.
Departemen Kesehatan sendiri gencar melakukan program penanggulangan kekurangan vitamin A sejak tahun 1970-an. Menurut catatan Depkes, tahun 1992 bahaya kebutaan akibat kekurangan vitamin A mampu diturunkan secara signifikan. (www.sinarharapan.com, 2005).
2.  Patofisiologi
Beberapa penyakit akibat kekurangan vitamin A :
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang berakibat kebutaan. Kata Xeroftalmia (bahasa latin) berarti “mata kering”, karena terjadi kekeringan pada selaput selaput lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata.
v  Penyebab Xerfotalmia
Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau dari konsumsi makanan sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh:
  1. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau pro-vitamin A untuk jangka waktu yang lama.
  2. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
  3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A dalam tubuh
  4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-penyakit antara lain penyakit pancreas, diare kronik, KEP dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.
  5. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.
v  Tanda-tanda dan Gejala Klinis
KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata.
Kelainan kulit umumnya terlihat pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang Energi Protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk.
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO/USAID UNICEF/HKI/IVACG, 1996 sebagai berikut:
  1. Buta Senja (Hemeralopia, nyctalopia) - XN
  2. Xerosis Konjunctiva - XIA
  3. Xerosis Konjunctiva disertai bercak bitot - XIB
  4. Xerosis Kornea – X2
  5. Keratomalasia atau Ulserasi Kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea – X3A
  6. Keratomalasia atau Ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea – X3B
  7. Jaringan Parut Kornea (Sikatriks/scar) - XS
  8. Fundus Xeroftalmia dengan gambaran seperti “cendol” - XF
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi keratomalasia.
X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).
1.  Buta Senja = Rabut Senja = Rabun Ayam = XN
v Tanda-tanda:
a.  Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina
b.  Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah lama berada di cahaya terang
c.   Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
v  Cara mendeteksi buta senja pada anak-anak:
a.    Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/menabrak benda didepannya, karena tidak dapt melihat.
b.    Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di dudukkan di tempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di depannya
2.  Xerosis Konjungtiva = XIA
v Tanda-tanda:
a.  Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
b.  Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna kecoklatan
3.  Xerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot = X1B
v Tanda-tanda:
a.  Tanda-tanda xerosis konjunctiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.
b.  Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam masyarakat
v  Dalam Keadaan Berat:
a.  Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjunctiva.
b.  Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
c.   Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik.
4.  Xerosis Kornea = X2
v  Tanda tanda:
a.  Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea
b.  Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar
c.   Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit infeksi dan sistemik lain.
5. Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3A, X3B
v  Tanda-tanda:
a.    Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus
b.    Tahap X3A: bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea
c.    Tanap X3B: bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
d.    Keadaan umum penderita sangat buruk
e.    Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)
Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan peforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.
6.  Xeroftalmia Scar (XS)  = sikatriks (jaringan parut) kornea
Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.
7.  Xeroftalmia Fundus (XF)
Prinsip dasar untuk mencegah xeroftalmia adalah memenuhi kebutuhan vitamin A yang cukup untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi terutama diare dan campak. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan secara umum.

Konsep Dasar Cedera Kepala



     A.  Latar Belakang

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal diruang gawat darurat sangat menetukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsure vital. Tingkat keparahan cedera kepala menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit.cedera kepala meliputi kepala, tengkorak, dan otak. cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius. lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikansi terhadap cedera bagian tubuh lainnya. adanya syok hipovelemikpada pasien cedera kepala biasanya karena cedera bagian tubuh lainnya. 

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah konsep dasar dari  cedera kepala ?

C.  Tujuan

Untuk mengetahui secara umum dan spesifik tentang konsep dasar penyakit cedera kepala.


PEMBAHASAN


A.     KONSEP DASAR PENYAKIT CEDERA KEPALA

1.  Pengertian/ Definisi

Bentuk cedera/trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, social dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatic yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan fungsi otak.
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi :
1.      trauma kulit kepala
2.      tengkorak dan
3.      otak
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
-
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent.  Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat  atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit bedah, cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan interslities dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.


a.  Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila cedera dalam. Luka kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulsi. Suntikan prokain melalui subkutan membuat luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan meminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup

b.  Fraktur Tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka atau tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak, dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak.

c. Cedera Otak
Paling penting pada cedera kepala manapun adalah otak telah atau tidak mengalami cedera. Kejadian cedera “minor” dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel serebral membutuhkan suplai darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir Berhenti hanya beberapa menit saja, dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi. Cedera otak serius dapat terjadi, dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau cedera pada kepala yang menimbulkan kontisio, laserasi, dan hemoragi otak.
1).   Kontusio
Kontusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Seseorang berada pada periode tidak sadarkan diri. Gejala akan muncul dan lebih khas. Terbaring kehilangan gerakan : denyut nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Sering terjadi defekasi dan berkemih tanpa disadari. Pasien dapat diusahakan untuk bangun tetapi segera masuk kembali kedalam keadaan  tidak sadar. Tekanan darah dan suhu subnormal dan gambaran sama dengan syok. 

2).   Hematoma intracranial
Hematoma (pengumpalan darah) yang terjadi di dalam kubah cranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala. Hematoma disebut sebagai epidural, subdural, atau intraserebral, bergantung pada lokasinya. Efek utama adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK.
Tanda dan gejala iskemia serebral yang diakibatkan oleh kompresi yang disebabkan oleh hematoma bervariasi dan bergantung pada kecepatan dimana daerah vital terganggu pada otak atau perubahan yang otak dasar. Umumnya hematoma kecil yang terbentuk dengan cepat akan menjadi fatal, dimana hematoma yang lebih massif terbentuk secara lambat yang dapat memungkinkan pasien dapat beradaptasi.

Skala Koma Glasgow
No
RESPON
NILAI
1
Membuka Mata :
-Spontan
-Terhadap rangsangan suara
-Terhadap nyeri
-Tidak ada

4
3
2
1
2
Verbal :
-Orientasi baik
-Orientasi terganggu
-Kata-kata tidak jelas
-Suara tidak jelas
-Tidak ada respon

5
4
3
2
1
3
Motorik :
- Mampu bergerak
-Melokalisasi nyeri
-Fleksi menarik
-Fleksi abnormal
-Ekstensi
-Tidak ada respon

6
5
4
3
2
1
Total
3-15

2. EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala. Dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan intensif di rumah sakit. Pada kelompok ini antara 50.000 dan 90.000 orang setiap tahun mengalami penurunan intelektual atau tingkah laku yang menghambat kembalinya mereka menuju kehidupan normal. Dua pertiga dari kasus ini berusia dibawah 30  tahun, dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Adanya kadar alcohol dalam darah terdeteksi lebih dari 50% pasien cedera kepala yang diterapi di ruang darurat. Lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikan terhadap cedera bagian tubuh lainnya. Adanya syok hipovelemia pada pasien cedera kepala biasanya karena cedera bagian tubuh lainnya.

Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respons terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.

3 . ETIOLOGI


 penyebab cedera kepala meliputi beberapa hal :
a.       Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
b.      Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
c.       Cedera akibat kekerasan.

Cedera kepala yang berat biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil dan motor.
Cedera kepala yang ringan terutama disebabkan karena anak terjatuh di dalam dan di sekitar rumah. Dan penyebab lainnya adalah Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi – deselerasi mendadak.Herniasi ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema local.


4. TANDA DAN GEJALA

Tanda-tanda dan gejala cedera kepala bisa terjadi segera atau timbul secara bertahap selama beberapa jam. Jika setelah kepalanya terbentur, seorang anak segera kembali bermain atau berlari-lari, maka kemungkinan telah terjadi cedera ringan. Tetapi anak harus tetap diawasi secara ketat selama 24 jam karena gejalanya mungkin saja baru timbul beberapa jam kemudian.

  a. Cedera kepala ringan bisa menyebabkan muntah, pucat, rewel atau anak tampak mengantuk, tanpa disertai penurunan kesadaran maupun tanda-tanda lain dari kerusakan otak. Jika gejala terus berlanjut sampai lebih dari 6 jam atau jika gejala semakin memburuk, segera dilakukan pemeriksaan lebih jauh untuk mengetahui apakah telah terjadi cedera kepala yang berat.

b. Gejala berikut menunjukkan adanya cedera kepala serius yang memerlukan penanganan medis segera:
1). penurunan kesadaran
2). perdarahan
3). laju pernafasan menjadi lambat
4). linglung
5). kejang
6). patah tulang tengkorak
7). memar di wajah atau patah tulang wajah
8).  keluar cairan dari hidung, mulut atau telinga (baik cairan jernih maupun berwarna kemerahan)
9). sakit kepala (hebat)
10). hipotensi (tekanan darah rendah)
11). perubahan perilaku/kepribadian
l2). gelisah
13). bicara ngawur
14). pembengkakan pada daerah yang mengalami cedera
15). penglihatan kabur
16). luka pada kulit kepala

c. Kontusio (gegar otak) adalah
suatu penurunan kesadaran sementara yang terjadi segera setelah mengalami cedera kepala. Meskipun hanya berlangsung kurang dari 1 menit, gegar otak harus dievaluasi secara seksama. Anak seringkali tidak dapat mengingat cedera yang telah terjadi maupun peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya cedera, tetapi tidak ditemukan gejala kerusakan otak lainnya.

Cedera kepala bisa menyebabkan memar atau robekan pada jaringan otak maupun pembuluh darah di dalam atau di sekitar otak, sehingga terjadi perdarahan dan pembengkakan di dalam otak. Cedera yang menyebar menyebabkan sel-sel otak membengkak sehingga tekanan di dalam tulang tengkorak meningkat. Akibatnya anak kehilangan kekuatan maupun sensasinya, menjadi mengantuk atau pingsan. Gejala-gejala tersebut merupakan pertanda dari cedera otak yang berat, dan kemungkinan akan menyebabkan kerusakan otak yang permanen sehingga anak perlu menjalani rehabilitasi. Jika pembengkakan semakin memburuk, tekanan akan semakin meningkat sehingga jaringan otak yang sehatpun akan tertekan dan menyebabkan kerusakan yang permanen atau kematian. Pembengkakan otak dan akibatnya, biasanya terjadi dalam waktu 48-72 jam setelah terjadinya cedera.

d. Jika terjadi patah tulang tengkorak,
maka cedera otak bisa lebih berat. Tetapi suatu cedera otak biasanya terjadi tanpa patah tulang tengkorak, dan suatu patah tulang tengkorak seringkali terjadi tanpa adanya cedera otak. Patah tulang di bagian belakang atau pada dasar tengkorak biasanya menunjukkan adanya dorongan yang kuat, karena bagian ini relatif tebal. Patah tulang ini tidak dapat dilihat pada foto rontgen maupun CT scan, tetapi dapat terlihat dari gejala-gejalanya:
1).       dari hidung atau telinga keluar cairan serebrospinal (cairan bening dari sekeliling otak)
2).      penimbunan darah di belakang gendang telinga atau perdarahan dari telinga (jika gendang telinga telah pecah)
3).       penimbunan darah di dalam sinus (hanya dapat dilihat dari foto rontgen).

Pada bayi, selaput yang menyelubungi otak bisa menonjol melalui celah pada patah tulang tengkorak dan terjebak diantaranya, sehingga membentuk suatu kantung berisi cairan. Kantung ini terbentuk selama 3-6 minggu dan bisa merupakan pertanda awal dari adanya patah tulang tengkorak. Pada patah tulang tengkorak depresi, satu atau beberapa pecahan tulang menekan otak sehingga terjadi memar pada otak, yang bisa menyebabkan kejang. Kejang terjadi pada sekitar 5% anak-anak berumur lebih dari 5 tahun dan 10% anak-anak berumur kurang dari 5 tahun, selama minggu pertama setelah terjadinya cedera kepala yang serius. Efek jangka panjang lebih sering terjadi jika kejang timbul 7 hari atau lebih setelah terjadinya cedera.

Suatu komplikasi yang serius tetapi relatif jarang terjadi adalah perdarahan diantara lapisan selaput yang membungkus otak atau perdarahan di dalam otak:
a. Hematoma epidural
adalah suatu perdarahan diantara tulang tengkorak dan selaputnya/duramater. Perdarahan ini terjadi akibat kerusakan pada arteri atau vena pada tulang tengkorak. Perdarahan menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam otak sehingga lama-lama kesadaran anak akan menurun.

b. Hematoma subdural
adalah perdarahan dibawah duramater, biasanya disertai dengan cedera pada jaringan otak. Gejalanya berupa rasa mengantuk sampai hilangnya kesadaran, hilangnya sensasi atau kekuatan dan pergerakan abnormal (termasuk kejang).

c. Hematoma intraventrikuler
(perdarahan di dalam rongga internal/ventrikel), hematoma intraparenkimal (perdarahan di dalam jaringan otak) maupun hematoma subaraknoid (perdarahan di dalam selaput pembungkus otak), merupakan pertanda dari cedera kepala yang berat dan biasanya menyebabkan kerusakan otak jangka panjang.


5. PATOFISIOLOGI

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi, energi yang dihasilkan di dalam sel – sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi dari otak tersebut. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak  tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan tubuh,sehingga bila kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala –gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolism anaerob. Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow(CBF) adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % daricardiac output.Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung secukup aktifitas atypical myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema paru.Perubahan otonim pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan Paritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel serta takikardi.Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimanapenurunan tekanan vaskuler akan menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluhdarah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

 Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

6. KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, morfologi dan tipe-tipe cedera kepala:

1.      Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter
1)      Trauma tumpul : - kecepatan tinggi (kecelakaan/ tabrakan)
-    Kecepatan rendah (terjatuh atau dipukul)
2)      Trauma tembus : (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)

2.      Keparahan cedera :
a. Ringan : Skala koma Glasgow (Glasglow Coma Scale, GCS) 14-15
b. Sedang : GCS 9-13
c  Berat      : GCS 3-8

3.      Morfologi :
a.       Fraktur Tengkorak :
Kranium: linear /stelatum; depresi/ non depresi; terbuka/ tertutup
Basis: -  dengan/ tanpa kebocoran cairan serebrospinal
-  Dengan/ tanpa kelumpuhan nervus VII
b.      Lesi Intrakranial
Fokal : epidural, subdural, intraserebral
Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus

4.      Tipe Trauma Tepala
a). trauma kepala terbuka
kerusakan otak dapat terjadi apabila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai atau menyobek dura mater menyebabkan CSS merembes, kerusakan saraf otak dan jaringan otak.
b). Trauma Kepala Tertutup
Keadaan trauma kepala tertutup dapat mengakibatkan kondusi komosio, kontusio, epidural hematoma, subdural hematoma, intrakranial hematoma. Komusia/gegar otak, dengan tanda-tanda :
a.       cedera kepala ringan
b.      disfungsi neurlogis sementara dapat pulih kembali
c.       hilang kesadaran sementara, kurang dari 10-20 menit
d.       tanpa kerusakan otak permanen
e.       muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah
f.       disorientasi sementara
g.       tidak ada gejala sisa
h.      tidak ada terapi khusus

Kontusio serebri/memar otak, dengan tanda-tanda :
1). ada memar otak
2). perdarahan kecil lokal/difus dengan gejala adanya gangguan lokal dan adanya perdarahan
3). gejala : - gangguan kesadaran lebih lama
- kelainan neurologis positif
- refleks patologis positif, lumpuh, konvulsi
- gejala TIK meningkat
Sedangkan Klasifikasi Cedera kepala menurut patofisiologinya dibagi menjadi dua :

1. Cedera Kepala Primer
Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi -decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.Pada cedera primer dapat terjadi
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak 
c. Laserasi



2. Cedera Kepala Sekunder
 Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
a. Hipotensi sistemik 
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak 
e. Komplikasi pernapasan
f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain


2.8 PENATALAKSANAAN
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang collar cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi
3. Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB

5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB
6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal
7. Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :
a. Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri
b. Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia  darah
c. Lakukan CT scan

Pasien dgn CKR, CKS, CKB harus dievaluasi adanya :
a). Hematoma epidural
2. Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel
3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak
4. Edema cerebri
5. Pergeseran garis tengah
6. Fraktur kranium
8. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi
lakukan :
- Elevasi kepala 30
- Hiperventilasi
- Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I
- Pasang kateter foley
- Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural
besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo)

2.9 Pemeriksaan Penunjang
1. C.T. Scan (tanpa / dengan kontras): Mengidentifikasi  adanya  sok,  hemoragik,  menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. M.R.I. (tanpa / dengan kontras) Angiografi  serebral  :  menunjukkan  kelainan  sirkulasi serebral,  seperti  pergeseran  jaringan  otak  akibatnya edema, pendarahan trauma.
3. BAER (Brain Auditory Evoked Respons): Menentukan fungsi korteks dan batang otak.
4. PET (Positron Emission Tomography): Menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak
5. Fungsi lumbal; CSS : dapat menduga adanya kemungkinan pendarahan subaraknoid.
6. GDA (Gas Darah Arteri ) : dapat mengetahui adanyamasalah  ventilasi  atau  oksigenasi  yang  akan  dapat meningkatkan TIK.
7. Kimia/ elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbanganyang  berperan  dalam  meningkatkan  TIK/  perubahan mental.


2.10 Prognosis
Cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada pasien dengan cedera kepala berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostic yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetative, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetative hanya 5-10%.


PENUTUP


A.   Kesimpulan

                Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang yperem dan otak. Klasifikasi cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).

                Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya yperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh.Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi. Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24 jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.

B.   Saran
Diharapkan dengan adanya makalah tentang konsep dasar penyakit cedera kepala ini mahasiswa jadi lebih mengerti dan dapat bermanfaat nantinya.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More